Nama : Diah Purwati
NPM/Kelas : 11210950 / 3EA18
CONSUMER
INNOVATIVENESS, CONSUMER COMPULISIVE CONSUMPTION, DAN CONSUMER ETHNORCENTRISM
CONSUMER INNOVATIVENESS
Para pemasar seringkali berusaha untuk
mempelajari perilaku dari para consumer innovators, yaitu mereka yang selalu
menjadi yang pertama untuk mencoba hal-hal baru baik barang, jaa maupun
kegiatan-kegiatan baru. Tanggapan dari para innovator ini seringkali merupakan
gambaran mengenai akan sukses atau tidaknya suatu produk dipasaran.
Beberapa karakteristik yang menentukan
apakah konsumen seorang innovator atau bukan, antara lain berikut ini.
a. Tingkat keinovatifan
Tingkat keinovatifan konsumen dapat
diukur menggunakan instrument yang dibentuk oleh para peneliti, yang bersifat
fleksibel dalam domain kajiannya, misalnya untuk diterapkan pada kategori
produk yang luas(personal computer), subkategori produk (computer jenis
notebook) ataupun tipe produk (computer notebook mini beratnya 3 pound).
b. Dogmatisme
Dogmatisme merupakan karakteristik
manusia yang mengukur kekakuan atau rigidity dan keterbukaan yang ditunjukkan
konsumen terhadap informasi atau hal-hal baru yang kurang familiar atau yang
tidak sesuai dengan system keyakinan mereka. Konsumen dengan dogmatis tinggi
akan sulit menerima hal-hal yang tidak familiar dengan mereka. Penerimaan akan
dilakukan dengan rasa tidak nyaman dan tidak psti, sedangkan konsumen dengan
tingkat dogmatis merendah akan memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal yang
kurang familiar atau tidak sesuai dengan system keyakinan mereka.
Implikasi tingkat dogmatisme yang
dianut oleh konsumen pada dunia pemasaran adalah konsumen dengan tingkat
dogmatisme tinggi seringkali dianggap sebagai konsumen dengan pandangan
tertutup dan biasanya memilih produk yang sudah lama ada, bukan produk-produk
inovatif. Hal ini bertolak belakang dengan konsumen dengan tingkat dogmatisme
rendah (berpandangan terbuka) yang lebih memilih produk-produk inovatif daripada
produk-produk tradisional. Oleh karena itu, dalam aspek komunikasi juga
dibedakan antara konsumen yang memiliki tingkat dogmatisme rendah dan yang
tinggi.
c. Karakter
sosial
Karakter sosial merupakan karakteristik
seseorang yang meliputi 2 titik ekstrem yaitu inner-directednessdan other-directedness.
Istilah yang pertama berarti konsumen cenderung menggunakan nilai-nilai maupun
keyakinan dalam dirinya sendiri dalam mengevaluasi produk, sedangkan
other-directedness mencerminkan karakteristik konsumen yang lebih
mempertimbangkan nilai-nilai atau petunjuk dari orang lain mengenai apa yang
benar dan apa yang salah dalam mengevaluasi produk. Biasanya konsumen yang
memiliki karakter inner-directedness memiliki kemungkinan yang
lebih besar dari pada other-directedness untuk mengevaluasi
suatu produk.
Dalam strategi komunikasi, konsumen
dengan inner-directedness cenderung menyukai iklan yang memuat
pesan-pesan mengenai kegunaan produk, fitur-fiturnya maupun keuntungan dari
penggunaan produk tersebut, sedangkan konsumen dengan other-directedness cenderung
lebih menyukai iklan yang menekankan pada citra yang ditampilkan oleh produk,
penerimaan oleh masyarakat apabila menggunakan produk tersebut, dan lain
sebagainya. Pada dasarnya, konsumen dengan other-directedness lebih
mudah untuk dipengaruhi dalam perilaku pembeliannya karena mereka sangat peduli
dengan apa yang dianggap benar atau salah oleh pihak lain.
Contoh Kasus Consumer Innovativeness
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode deskriptif dan studi kasus, pada industri pengolahan rotan
PT. Fairco Agung Kencana pada bulan Januari sampai dengan Maret 2004. Data yang
digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan contoh
(responden) dilakukan secara sengaja (purposive). Data hasil penilaian
responden terhadap indikator komponen teknologi dan indikator kemampuan
teknologi diolah dengan analisis Gap, dengan melihat perbedaan nilai pengamatan
dan nilai yang diharapkan perusahaan dari kedua indikator tersebut. Sedangkan
dalam menentukan alternatif strategi yang dilakukan di hitung dengan
menggunakan PHA ( Proses Hirarki Analitik).
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat
kecanggihan perangkat komponen teknologi sudah sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan, Pada pengkajian komponen technoware, yang harus diperhatikan adalah
pada tahapan QC amplas, sedangkan pada komponen Humanware yang lebih
diperhatikan adalah manajer dan maintenance karena pada pada level tersebut
bertugas sebagai penunjuk pelaksana di lapangan. Pada komponen Inforware yang
lebih diperhatikan adalah tingkat pembelian dan peningkatan informasi,
sedangkan komponen Orgaware gap terbesar terdapat pada divisi litbang dan pada
struktur organisasinya. Sedangkan kemampuan teknologi, yang harus diperhatikan
pada kemampuan Operatif, Akuisitif, dan Inovatif, gap yang diperoleh sebesar
-1.
CONSUMER
COMPULSIVE CONSUMPTION
Perilaku Konsumsi yang Kompulsif
Konsumsi yang kompulsif termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh
”sisi gelap konsumsi”. Para konsumen yang kompulsif cenderung kecanduan; dalam
beberapa hal mereka tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat
berakibat merusak diri sendiri dan orang-orang di sekeliling mereka.
Contoh Kasus Consumer Compulsive
Consumption
Contohnya pada jeansLevi’s 501 adalah
dapat diandalkan dan kuat, sejati dan asli, dan orang Amerikadan orang Barat.
Citra merek yang mirip kepribadian seperti itu mencerminkan visi konsumen
mengenai intisari dari berbagai merek produk konsumen yang kuat.Personifikasi
MerkPersonifikasi merek yaitu berusaha menuangkan kembali persepsi konsumen
mengenaisifat-sifat produk atau jasa ”karakter manusiawi”. Banyak konsumen yang
menyatakan perasaan diri mereka mengenai produk atau merek menurut kepribadian
yang mereka kenal. Mengenali hubungan kepribadian merek konsumen sekarang ini
atau menciptakan hubungan kepribadian untuk produk baru merupakan tugas
pemasaran yang penting. Mr. Coffee, merek alat pembuat kopi yang populer dan
menetes secara otomatis menggambarkan hubungan konsumen-merek. Para konsumen
menyebut Mr.Coffee seolah-olah produk tersebut adalah seseorang. Jadi Mr.Coffee
dipandang sebagai seseorang yang dapat diandalkan, bersahabat, efisien, cerdas,
dan hebat. Ada lima dimensi yang menentukan kepribadian merek yaitu ketulusan,
kegairahan, kemampuan, kecanggihan, dan kekuatan, dan segi-segi kepribadian
yang mengalir dari tiap dimensi seperti ketulusan hati, keberanian, cerdas, dan
luwes. Kerangka inI cenderung menampung berbagai kepribadian merek yang dikejar
oleh berbagai produk konsumen.Kepribadian Produk Dan Gender Kepribadian produk
atau pesona sering melengkapi produk atau merek dengan gender. Pemberian gender
sebagai bagian dari gambaran kepribadian produk sesuai sekalidengan realitas
pasar bahwa produk dan jasa, pada umumnya dipandang oleh konsumen mempunyai
gender. Misalnya kopi dan pasta gigi merupakan produk maskulin, sedangkan sabun
mandi dan shampo dipandang sebagai produk feminin.Kepribadian Dan Warna
Konsumen tidak hanya mengaitkan sifat-sifat kepribadian ke produk dan jasa tetapi
mereka juga cenderung menghubungkan berbagai faktor kepribadian ke berbagai
warna khusus.
CONSUMER ETHNOCENTRIM
Konsumen dengan etnosentrisme tinggi
akan cenderung memiliki perasaan bersalah apabila mengonsumsi produk dari luar negeri
karena berakibat buruk pada perekonomian bangsanya sendiri. Adapun konsumen
dengan etnosentrisme rendah tidak merasakan hal tersebut. Implikasinya bagi
pemasar adalah penggunaan penekanan pada aspek kebangsaan dalam penggunaan
produk dalam negeri bagi konsumen dengan tingkat etnosentrisme tinggi.
Etnosentrisme konsumen berasal dari
konsep psikologis yang lebih umum dari etnosentrisme. Pada dasarnya, orang
etnosentris cenderung memandang kelompok mereka sebagai superior dari orang
lain. Dengan demikian, mereka memandang kelompok lain dari perspektif mereka
sendiri, dan menolak orang-orang yang berbeda dan menerima orang-orang yang
mirip (Netemeyer et al, 1991;. Shimp & Sharma, 1987). Hal ini, pada
gilirannya, berasal dari teori-teori sosiologi sebelumnya di-kelompok dan
keluar-kelompok (Shimp & Sharma, 1987). Etnosentrisme, maka secara
konsisten ditemukan, adalah normal untuk kelompok-ke-keluar kelompok (Jones,
1997, Ryan & Bogart, 1997).
Etnosentrisme konsumen khusus mengacu
pada pandangan etnosentris yang diselenggarakan oleh konsumen di satu negara,
dalam kelompok, terhadap produk dari negara lain, keluar-kelompok (Shimp &
Sharma, 1987). Konsumen mungkin percaya bahwa itu tidak tepat, dan bahkan
mungkin tidak bermoral, untuk membeli produk-produk dari negara lain.
Pembelian produk asing dapat dipandang
sebagai tidak layak karena biaya pekerjaan domestik dan melukai ekonomi.
Pembelian produk asing bahkan dapat dilihat sebagai hanya patriotik (Klein,
2002; Netemeyer et al, 1991;. Sharma, Shimp, & Shin, 1995; Shimp &
Sharma, 1987).
Contoh Kasus Consumer Ethnocentrism
Mudahnya ketika saya dan Metta sedang
makan siang dengan kecap, di mana orang-orang Indonesia suka kecap, beberapa
teman Taiwan memperhatikan kami, dan beberapa berkata, aneh. Saya diam,
dan kesimpulan yang saya ambil hanya satu, “orang2 Taiwan tidak makan dengan
kecap, atau kecap tidak biasa dimakan dengan nasi.” saya tidak sampai hati
bilang orang Taiwan aneh karena kami makan dengan kecap, karena toh apa bedanya
saya dengan mereka pada akhirnya?
Sama dengan kebiasaan mandi pagi hari
yang jarang dilakukan orang Taiwan. Awalnya saya kaget, tapi dengan itu saya
belajar kedepannya, hanya karena saya mandi setiap pagi bukan berarti tidak
mandi itu aneh. Karena seandainya saya bilang hal itu aneh, apalagi namanya
kalau bukan meninggikan diri sendiri dan menganggap semua yang tidak sama
adalah lebih rendah?
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar